Bulan Shafar adalah salah satu bulan dalam tahun hijriyah. Di antara
kesesatan orang-orang jahiliyah dahulu kala adalah mengganggap bulan
Shafar sebagai bulan sial. Oleh karena itu, Islam membantah keyakinan
jahiliyah tersebut.
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَّةَ وَلاَ صَفَرَ.
“Tidak ada penyakit menular (dengan sendirinya), tidak ada ramalan nasib, tidak ada kesialan karena burung hantu, tidak ada kesialan pada bulan Shafar.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Para ulama berbeda pendapat tentang makna Shafar dalam hadits di atas, namun yang lebih jelas konteksnya adalah bulan Shafar. Hadits ini mengandung bantahan terhadap keyakinan kaum jahiliyah yang menganggap bulan ini bulan sial serta melarang keyakinan seperti itu.
Para ulama sepakat bahwa keyakinan yang menganggap bulan Shafar sebagai bulan sial adalah keyakinan yang batil dan ini merupakan sisa ajaran kaum Jahiliyah yang mana Allah telah menyelamatkan kita darinya dengan agama Islam.
Di antara bentuk pesimis pada bulan ini adalah tidak melakukan perjalanan selama satu bulan, tidak melakukan pekerjaan apapun karena takut tidak diberkahi, meyakini hari rabu terakhir pada bulan ini adalah hari yang paling sial dalam setahun. Sebagian orang berdalih dengan hadits palsu yang berbunyi,“Hari rabu yang terakhir pada bulan ini (Shafar) adalah hari yang paling sial.”
Di kalangan masyarakat tersebar keyakinan terhadap bulan Shafar dengan mengatakan bahwa bulan Shafar adalah bulan penuh kebaikan. Perkataan ini merupakan bantahan terhadap keyakinan yang salah dengan cara yang salah pula dan membantah sebuah kebodohan dengan kebodohan yang lain. Meyakini bulan Shafar seperti ini sama dengan meyakini bulan ini sebagai bulan sial, oleh karena itu wajib ditinggalkan.
Ibnu Rajab Rahimahullah mengatakan, “Mengkhususkan waktu dengan sebutan sial seperti bulan Shafar atau pun yang lainnya tidak dibenarkan, karena waktu adalah ciptaan Allah Ta’ala. Dalam waktu itu terdapat amal perbuatan manusia, semua waktu yang digunakan orang beriman untuk melakukan ketaatan kepada Allah adalah waktu yang diberkahi, dan semua waktu yang digunakan hamba untuk berbuat kemaksiatan kepada Allah Ta’ala adalah waktu yang buruk. Jadi, tidak ada kesialan atau keburukan kecuali karena melakukan kemaksiatan dan berbuat dosa; karena perbuatan ini dimurkai Allah Ta’ala. Jika Allah murka kepada seorang hamba maka ia akan celaka di dunia dan akhirat, sebaliknya jika Allah ridha kepada hamba-Nya maka dia akan bahagia di dunia dan akhirat.”
Uqbah bin Nafi’ pernah menuturkan, “Suatu ketika disebutkan Ath-thiyarah (ramalan nasib) di depan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka beliau bersabda,
Seorang ulama yang shalih ditanya tentang bencana yang telah menimpa manusia di suatu masa, ia berkata, “Aku tidak melihat sesuatu yang menimpa kalian kecuali kesialan yang ditimbulkan oleh perbuatan dosa.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, jika melihat bulan sabit maka beliau berkata,
“Allah Mahabesar. Ya Allah, datangkanlah ia kepada kami dengan rasa aman dan iman, keselamatan dan Islam, petunjuk kepada apa yang Engkau cintai dan ridhai.”(HR. At-Tirmidzi)
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang berpegang teguh pada tali tauhid yang kuat dan orang yang bertawakal kepada-Mu dengan sebenar-benarnya tawakal, wahai Allah Yang Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu Alahi wa Sallam beserta keluarga dan para shahabatnya.
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَّةَ وَلاَ صَفَرَ.
“Tidak ada penyakit menular (dengan sendirinya), tidak ada ramalan nasib, tidak ada kesialan karena burung hantu, tidak ada kesialan pada bulan Shafar.”(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Para ulama berbeda pendapat tentang makna Shafar dalam hadits di atas, namun yang lebih jelas konteksnya adalah bulan Shafar. Hadits ini mengandung bantahan terhadap keyakinan kaum jahiliyah yang menganggap bulan ini bulan sial serta melarang keyakinan seperti itu.
Para ulama sepakat bahwa keyakinan yang menganggap bulan Shafar sebagai bulan sial adalah keyakinan yang batil dan ini merupakan sisa ajaran kaum Jahiliyah yang mana Allah telah menyelamatkan kita darinya dengan agama Islam.
Di antara bentuk pesimis pada bulan ini adalah tidak melakukan perjalanan selama satu bulan, tidak melakukan pekerjaan apapun karena takut tidak diberkahi, meyakini hari rabu terakhir pada bulan ini adalah hari yang paling sial dalam setahun. Sebagian orang berdalih dengan hadits palsu yang berbunyi,“Hari rabu yang terakhir pada bulan ini (Shafar) adalah hari yang paling sial.”
Di kalangan masyarakat tersebar keyakinan terhadap bulan Shafar dengan mengatakan bahwa bulan Shafar adalah bulan penuh kebaikan. Perkataan ini merupakan bantahan terhadap keyakinan yang salah dengan cara yang salah pula dan membantah sebuah kebodohan dengan kebodohan yang lain. Meyakini bulan Shafar seperti ini sama dengan meyakini bulan ini sebagai bulan sial, oleh karena itu wajib ditinggalkan.
Ibnu Rajab Rahimahullah mengatakan, “Mengkhususkan waktu dengan sebutan sial seperti bulan Shafar atau pun yang lainnya tidak dibenarkan, karena waktu adalah ciptaan Allah Ta’ala. Dalam waktu itu terdapat amal perbuatan manusia, semua waktu yang digunakan orang beriman untuk melakukan ketaatan kepada Allah adalah waktu yang diberkahi, dan semua waktu yang digunakan hamba untuk berbuat kemaksiatan kepada Allah Ta’ala adalah waktu yang buruk. Jadi, tidak ada kesialan atau keburukan kecuali karena melakukan kemaksiatan dan berbuat dosa; karena perbuatan ini dimurkai Allah Ta’ala. Jika Allah murka kepada seorang hamba maka ia akan celaka di dunia dan akhirat, sebaliknya jika Allah ridha kepada hamba-Nya maka dia akan bahagia di dunia dan akhirat.”
Uqbah bin Nafi’ pernah menuturkan, “Suatu ketika disebutkan Ath-thiyarah (ramalan nasib) di depan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka beliau bersabda,
أَحْسَنُهَا
الْفَأْلُ، وَلاَ تَرُدُّ مُسْلِمًا، فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا
يَكْرَهُ فَلْيَقُل اللَّهُمَّ لاَ يَأْتِى بِالْحَسَنَاتِ إِلاَّ أَنْتَ
وَلاَ يَدْفَعُ السَّيِّئَاتِ إِلاَّ أَنْتَ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ
إِلاَّ بِكَ
“Yang paling baik adalah bersikap optimis, dan
ramalan tersebut tidak boleh menggagalkan seorang muslim dari niatnya,
apabila salah seorang di antara kamu melihat sesuatu yang tidak
diinginkannya, maka hendaknya ia berdo’a, “Ya Allah, tiada yang dapat
mendatangkan kebaikan kecuali Engkau, dan tiada yang dapat menolak
kejahatan kecuali Engkau, dan tidak ada daya serta kekuatan kecuali atas
pertolongan-Mu.”(HR.Abu Dawud)Seorang ulama yang shalih ditanya tentang bencana yang telah menimpa manusia di suatu masa, ia berkata, “Aku tidak melihat sesuatu yang menimpa kalian kecuali kesialan yang ditimbulkan oleh perbuatan dosa.”
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, jika melihat bulan sabit maka beliau berkata,
اللهُ
أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ أَهلَّهُ عَلَيْنَا بِالأَمْنِ وَالإِيْمَانِ،
وَالْسَّلاَمَةِ وَالإِسْلاَمِ، وَالْتَّوْفِيْقِ لمِاَ تُحِبُّ وَتَرْضَى
“Allah Mahabesar. Ya Allah, datangkanlah ia kepada kami dengan rasa aman dan iman, keselamatan dan Islam, petunjuk kepada apa yang Engkau cintai dan ridhai.”(HR. At-Tirmidzi)
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang berpegang teguh pada tali tauhid yang kuat dan orang yang bertawakal kepada-Mu dengan sebenar-benarnya tawakal, wahai Allah Yang Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu Alahi wa Sallam beserta keluarga dan para shahabatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar